26 September, 2009

Job

Setelah 4,5 thn aku merantau ke Jakarta, meninggalkan Ibu dan adikku, Ida di kampung. Akhirnya aku memberanikan diri untuk pulang kampung, sekalian berlebaran disana. Sewaktu meninggalkan kampung, Ibu menaruh harapan besar buatku agar aku dapat menjadi orang sukses hingga tak sia-sia semua pengorbanannya.
“Assalamu’alaikum” sapaku ketika sampai dirumah.
Ida langsung menyambutkku dengan hangat.
“Walaikumssalam…ee Mas Yanto, Ibuuu Mas Yanto uda datang Bu..”teriak Ida ketika membukakan pintu untukku.
Ah…rumah kecil ini. Rumah didesa terpencil ini, rumah yang hanya dengan penerangan listrik secukupnya, rumah tanpa hiburan elektronik, rumah yang selalu membuatku ingin pulang.
“Eee…Yanto” sambut Ibuku dari dalam. Ibu langsung memeluku dengan erat. Teringat kembali dahulu ketika aku hendak ke Jakarta, Ibu merelakan menjual sepetak tanah kebun peninggalan almarhum Bapak untuk modalku ke Jakarta. Aku berjanji sebelum aku menjadi ‘orang’ aku tidak akan kembali. Dan kini…akhirnya aku memberanikan diri untuk pulang, semata-mata karena kerinduanku kepada Ibu.
“Ayo masuk, kamu pasti capek sekali, Ibu kira baru nanti malam kamu sampai rumah”
“Iya Ibu, kebetulan perjalannan lancar, jadinya aku bisa cepat sampainya”
“Ayo..ayo…masuk., kamu taruh dulu tas kamu di kamar, terus kamu mandi dulu biar segar, Da coba kamu lihat di dapur, nasi yang ibu tanak sudah matang atau belum, sambelnya sudah kamu ulek, sebentar lagi mau magrib, sudah lama kita tidak berbuka dengan masmu ini?”
“Bu, jangan repot-repot Bu, aku kan anak Ibu, bukan tamu kehormatan” kataku tersenyum.
Ibu melihatku dengan tatap kangen lalu Ibu memeluk lagi. Aku balas meluk Ibu erat-erat. Tanpa disadari air mata Ibu mulai keluar. Aku menciumin pipi ibu dan berbisik, “Yanto kangen Ibu”. Dan ibu pun tersenyum sambil menggangguk.
“Yanto mandi dulu ya Bu”
Tak berapa lama setelah aku mandi dan berasa segar, terdengar suara bedug magrib. Kami berbuka puasa dengan makanan-makanan buatan Ibu yang sangat aku rindukan. Nasi hangat beraroma pandan, sayur bayam, tempe bacem dan sambel pete yang lezat. Setelah kenyang kamipun duduk diteras rumah sambil berbincang-bincang.
“Bagaimana kerjaan kamu To?”
“Ya alhamdulliah Bu, berkat doa Ibu saya bisa seperti sekarang”
“Emang Mas Yanto kerja diperusahaan apa?”
“Diperusahaan asing, perusahan luar negri”
“Kok bisa Mas?”
“Ya bisa lah, kalau mau berusaha pasti bisa”
“Ooooo, trus emang Mas kerjaanya apa? Nama kerjaannya Mas Yanto apa toh?”
“Mmmm….kalau ditanya nama kerjaannya Da……itu singkatan Da, pake bahasa Inggris” kataku sambil tersenyum.
“Wah hebat tenan Masku iki. Nama kerjaannya saja bukan bahasa Indonesia” Ujar Ida sambil berasa takjup.
“Pasti penting banget ya kerjaannya Mas”
Aku tersenyum saja mendengarnya. “Karyawan-karyawan ditempat Mas kerja, semuanya Mas yang urusin.”
“Kok Mas yang ngurus? Emangnya mereka ga bisa?”
“Bukannya ga bisa tapi ya..memang begitu, mereka itu kalau ada apa-apa pasti nyariin Mas. Ini aja Mas baru bisa ke kampung setelah semuanya karyawan lainnya libur.”
“Trus nanti Mas masuknya juga duluan?”
“Untungnya sekarang Mas punya temen, karyawan baru sih, tapi Mas uda trainingin dia ini itunya”
“Apa itu train…”
“Eh maksudnya, Mas uda ngajarin ini itunya, kalau ada yang butuh apa harus nyari dimana dia uda tau. Tapi semoga dia bisa menjalankan dengan baik. Kasian juga nanti karyawan yang lain kalau sampe dia salah-salah. Moga-moga aja orang-orang di kantor ga pada nyariin Mas”

Beberapa hari kemudian setelah libur Lebaran usai, disuatu kantor diperkantoran daerah Sudiman Jakarta.
“Yanto…..Yanto....,eh Lusi kamu liat Yanto ga? Aku laper nih, mau nyuruh beli makan”
“Ya..mba, Yanto kan masih pulang kampung, suruh beliin OB yang lain saja”


Dedicated to Office Boy. Bayangkan kantor tanpa office boy….

18 September, 2009

Rahmat Ramadhan

Dulu waktu gw di Bandung, gw pernah ikutan acara di salah satu radio swasta terkemuka di Bandung yang bertema Ramadhanan. Diacara ini pendengarnya disuruh menuliskan rahmat yang pernah didapat selama bulan ramadhan. Hasil tulisan itu harus bersifat pengalaman pribadi alias true story. Gw sempet mikir juga gimana jurinya tau itu true story apa ga, kan karangan orang bisa dibuat serealitas kehidupan yang ada. Anyway tulisan yang gw kirim sudah tentu asli pengalaman gw sendiri. Hasilnya…..gw menang, dapat hadiah dan on air di radio itu (hehehe sekali-kalinya nih seumur hidup gw suara gw keluar diradio).Waktu itu gw kirim tulisan yang lebih kurang seperti ini:

Dari SMA, orang tua saya memberikan kebebasan saya dalam hal bermain dan bergaul. Maksudnya saya tidak perlu lagi repot minta ijin apalagi sampai merayu-rayu orang tua saya bila saya ingin pergi. Awalnya dari yang pergi main setelah pulang sekolah lalu pergi yang sampai ke pulang malam dan bahkan tidak pulang, baik itu nginap dirumah teman atau sekedar nongkrong-nongkrong saja sampai keluar kota. Ini memudahkan hobi saya yaitu traveling. Dari sekedar jalan-jalan ke luar kota sampai keluar masuk hutan naik turun gunung. Waktu kuliah saya punya genk yang memang suka naik turun gunung keluar masuk hutan. Dari semuanya, sayalah yang paling gampang masalah perijinan karena memang hampir tidak memerlukannya. Awalnya saya memang minta ijin orang tua tapi karena terlalu sering dan orang tua sayapun santai-santai saja akhirnya saya kadang tidak minta ijin. Teman-teman saya banyak yang iri dengan keadaan saya yang bebas ini. Tapi sebenarnya sayalah yang iri kepada teman-teman saya, iri karena saya tidak perna ditanyain. Pernah suatu waktu saya harus kuliah lapangan selama sebulan lebih didaerah terpencil, balik dari hutan orang tua saya tenang-tenang saja tidak seperti orang teman-temanku yang heboh minta diceritakan kejadian dihutan. Oiya keluargaku bukan keluarga yang broken home loh, tapi keadaan ini karena orang tua saya yang memang sibuk mencari uang demi kelangsungan kehidupan keluarga saya dan anaknya yang banyak ditambah emang sayanya yang suka kelayapan.
Tapi kebebasan saya ini tidak terjadi selamanya. Selama bulan Ramadhan, orang tua saya menjadi orang tua yang sangat memperhatikan anak-anaknya, khususnya saya emang suka menghilang entah kemana. Selama bulan puasa keluarga saya mempunyai kebiasan buka puasa bersama, trawih bersama dan sahur bersama. Makan bersama sekeluarga selain bulan Ramadhan merupa hal yang sangat-sangat langka. Kesempatan berkumpul ini dipergunakan orang tua saya untuk mengabsen anak-anaknya. kalau ada yang tidak berbuka dirumah, Ibu akan bertanya-tanya. Kalau saat traweh tidak ada juga, Bapak yang rewel bertanya. jadi bila ingin buka diluar harus benar-benar minta ijin dulu biar tidak dicariin. Pernah sewaktu-waktu karena keasikan nongkrong setelah buka bersama akhirnya kemalaman dan saya nginap dirumah teman dan paginya lansgung ke kampus. Sesampainya dikampus saya disambut oleh teman-teman karena mereka subuh-subuh diteleponin satu persatu oleh Ibu. Saya sempet diledekin tapi jujur saat itu saya merasa bahagia sekali karena ternyata saya masih dicariin. Hal ini masih berlangsung sampai sekarang. Selama hampir lima bulan di Bandung, Ibu tidak pernah sekalipun menelpon saya. Kemarin ini, ketika puasa tiba, tiba-tiba Ibu menelpon saya hanya untuk memastikan saya bisa makan dengan baik ketika berbuka puasa dan sahur. Bahkan Ibu mau repot-repot membuatkan dan mengirimkan rendang untuk saya makan tiap sahur jadi tidak perlu keluar kos. Ini lah rahmat terbesar yang saya rasakan secara langsung selama bulan Ramadhan. Saya merasakan kehangatan keluarga dibulan suci ini.

Gw yakin tiap orang Islam pasti punya pengalaman-pengalaman indah selama bulan Ramadhan dan itu tadi pengalaman gw. So gimana pengalaman elo???


Semoga gw bisa berjumpa lagi dengan Ramadhan tahun depan….Amin

08 September, 2009

Sunda Tea

Setelah minggu lalu, gw buber dengan masakan Asia (baca Goluptious Weekend), so weekend ini giliran buber dengan makan Indonesia. Benar…weekend, alias akhir pekan yaitu sabtu minggu, dua hari itu gw buber dengan makanan yang berasal dari tanah Parahyangan.
Hari Sabtu, gw bersama-sama team kantor gw buber di Panjang Jiwo. Sebenarnya Panjang Jiwo ini bukannya restoran melainkan sebuah resort. Tempat ini dipilih bos gw setelah dia melihat tempat ini acara CLBK (halah bos gw nonton acara kaya ginian). Panjang Jiwo ini terletak di Sentul. Yup, Sentul Jawa Barat, bukan di Jakarta. Bisa jadi ini bakal jadi acara buber gw terjauh nih. Tempatnya emang lumayan jauh dari mana-mana. Setelah keluar di pintu tol Sentul Selatan dari tol Jagorawi, ikutin saja sampe ke depan pintu gerbang perumahan Bukit Sentul. Di dekat gerbang tersebut belok ke kiri dan ikutin saja petunjuk jalan yang mengarahkan ke Panjang Jiwo Resort. Jangan kaget kalau melihat jalanannya yang naik-turun dan penuh tikungan tajam belum lagi dibeberapa tempat melalui daerah yang masih berbentuk perkebunan saja. Kondisi jalannya juga sudah seperti jalan di pedasaan dan tentunya tanpa penerangan lampu jalan, sehinga pada malam hari jalanannya benar-benar gelap gulita. Tapi semua kepenatan diperjalanan akan terbayarkan ketika telah sampai. Resort yang lumayan luas ini tertata dengan apiknya. Kondisi alam yang naik turun dibiar begitu saja. Bangunannya dibuat mengikutin kontur tanah yang ada. Ada kolam besar yang dibelah dengan jembatan. Dikolam ini bisa dipakai untuk memacing. Bagi yang ingin mengitari resort ini tersedia ATV yang disewakan. Makanan yang disediakan sudah pasti masakan sunda. Tadinya makanan yang akan disuguhkan diperkirakan bakal biasa saja dan mahal. Tapi setelah dicoba…..benar-benar nikmat dan tidak mahal. Teh manis untuk pembuka puasanya beraroma khas. Pisang goreng kejunya...mmmm jangan ditanya. Ayam gorang kremesnya benar-benar renyah. Ikan asin dan sambel dadaknya mengundang selera. Belum lagi lalap-lalapannya yang segar. Tumis kangkungnya yang gurih. Nasinya yang pulen. Dijamin tidak akan rugi.

Di hari Minggunya. Temen gw ngajakin gw makan di rumah makan kecil di Bendungan Hilir Raya no. 112 Jakarta. Rumah makan ini bernama Rumah Makan Khas Sunda Cianjur Cabang Gondangdia 2 Tak. Wuih panjang amat namanya sepanjang makanan yang disajikan secara prasmanan dan swalayan. Disini para pembeli dapat langsung memilih lauk pauk yang akan dimakan kemudian diberikan ke pelayannya untuk dihangatkan. Nasinya pun dapat diambil sesuka hati, mau banyak mau sedikit terserah saja. Sayur asem sebagai ciri khas masakan Sunda tersedia dalam panci yang teramat besar. Lalapan segar dan sambel dadaknya tersedia disetiap mejanya. Harganya jelas disini sangat terjangkau dan rasanya tidak diragukan lagi.




Mmmmm…weekend nanti buber dimana lagi ya?