“Sep…Asep biarin ajalah mereka, jangan diusir ya” tegurku kepada Asep, karyawan di toko mainanku, yang sedang mengusir pengamen kecil yang sedang melihat-lihat boneka yang ada di display diluar tokoku.
“Tapi Bu, mereka kalau tiap hari kesini, nanti ga ada yang mau masuk ke toko kita”
“Kamu itu Sep…Sep, mereka kan sudah sering datang kesini dan kita masih saja kedatangan pelanggan” ujarku tersenyum. Asep pun masuk dengan grutuan yang tidak jelas.
Ah…gadis pengamen cilik itu. Kalau tidak salah ingat, sudah lebih dari dua bulan gadis cilik itu setiap hari mampir ke tokoku, hanya untuk melihat boneka Teddy bear berwarna putih kusam yang terpajang di display tokoku. Kadang dia datang sendirian dan terkadang ditemanin temannya. Pernah suatu saat Asep merubah susunan display, boneka itupun diletakkan di dalam sehingga tidak terlihat dari luar. Ketika gadis itu datang dan menemukan boneka itu tidak pada tempatnya, seketika itu pula kulihat mukanya menjadi suram dan hampir menangis. Aku langsung memerintahkan Asep agar meletakkan boneka itu kembali ditempat display. Dan gadis itupun tersenyum senang. Sejak saat itu aku memerintahkan selama boneka itu belum laku, tidak boleh dipindahkan.
Sore ini hujan turun rintik-rintik. Sambil merapikan kwitansi-kwitansi, dari dalam toko aku melirik keluar…kemana gadis pengamen cilik itu. Tidak biasanya dia tidak datang. Biasanya biarpun hujan lebat seperti minggu lalu, gadis cilik itu tetap saja mampir ke tokoku. Sekarang….mmm….sepertinya sudah 3-4 hari gadis cilik itu tidak pernah mampir. Kemana kah gadis itu? Ataukan dia mampir ketika aku tidak ditoko?
“Sep, kamu lihat gadis kecil yang biasa kesini?” tanyaku ketika kulihat Asep membawa mainan baru dari dalam.
“Gadis yang mana Bu?” jawab Asep datar sambil menata mainan baru yang baru dibawanya.
“Gadis pengamen yang biasa mampir melihat boneka itu loh Sep”
“Oh pengamen itu….tidak tau Bu, mungkin dia sudah bosen datang kesini atau jangan-jangan dia sudah digaruk aparat trantib Bu” jawabnya asal.
“Hush, jangan gitu Sep, mereka kan tidak mengganggu”
“Tetap sajalah Bu, namanya juga pengamen, anak jalanan, kan sering kena razia Bu”
Terlintas dibayanganku kalau gadis itu diangkut paksa oleh petugas trantib. Oh…semoga saja kamu memang sudah bosen kesini, bukan karena terkena razia.
Keesoka harinya, ketika aku hendak membeli majalah disudut jalan, aku melihat teman dari gadis cilik itu. Akupun menghampirinya.
“Dik” tegurku halus ke gadis itu.
“Iya Bu” jawabnya terheran-heran.
“Kamu dan temanmu kan biasanya datang melihat-lihat boneka yang ada ditoko itu kan?” kataku sambil menunjuk ke toko bonekaku.
“Oh iya Bu, Ibu yang kerja disana ya?” jawabnya polos.
Aku hanya tersenyum saja. “Nama kamu siapa?”
“Sri Bu”
“Kemana teman kamu? Kok sudah lama Ibu tidak melihatnya?”
“Oh Ifa maksud Ibu?”
Rupanya namanya Ifa. “Iya Sri, kemana Ifa ya? Kok tidak pernah mampir lagi?”
Raut wajah Sri langsung berubah. “Ifa sakit Bu. Sakitnya parah”
“Loh kenapa? Sakit apa dia?”
Dan Sri pun bercerita…
“Ifa sangat suka boneka beruang yang ada ditoko Ibu. Dari pertama kali dia melihat boneka itu, dia langsung suka dan sering membicarakannya keteman-teman kalau dia ingin sekali mempunyai boneka itu. Bahkan Ifa sudah memberi nama boneka itu dengan nama Uti. Pernah dia ngigo, memanggil-manggil Uti” Aku tersenyum mendengarnya.
“Tapi Bu, kata mas-mas yang kerja disana, kita pernah diusir dan dia bilang kalau kami tidak akan bisa membeli boneka itu karena harganya mahal” Ah Asep, kamu kok sekejam itu.
“Sejak saat itu Bu, Ifa mulai menabung. Semua hasil ngamennya disimpan. Dia jadi rajin sekali ngamen. Siang malam, panas hujan, Ifa tetap ngamen hanya untuk membeli boneka itu. Bahkan Ifa pun mulai makan hanya sekali sehari karena dia lebih memilih menyimpan uangnya untuk membeli boneka itu daripada untuk membeli makanan” Terenyuh aku mendengarkannya.
“Kita-kita sudah pernah menegurnya agar tidak seperti itu. Tapi Ifa tetap saja tidak mau peduli. Dia benar-benar ingin mempunyai boneka itu. Dan sekarang….”
“Sekarang kenapa Sri” potongku.
“Ifa jatuh sakit Bu, dia sakit karena terlalu sering ngamen hujan-hujanan dan jarang makan”
“Lalu dia dimana sekarang?” tanyaku kuatir.
“Ifa sekarang ada dirumah singgah Bu. Kita-kita dijalanan tidak ada yang bisa ngerawat dia. Jadinya dia kita bawa ke rumah singgah”
“Kamu tau rumah singgah itu? Kamu bisa antar Ibu ke sana kan?”
Gadis itu mengangguk.
“Sebentar ya, kamu tunggu disini, Ibu mau ambil tas Ibu dulu” bergegas aku kembali ke toko.
Sesampai dirumah singgah, aku dikenalkan kepada pengurus rumah singgah. Diapun menyatakan kekuatirannya atas kondisi Ifa. Benar saja, ketika aku masuk ke salah satu kamar, aku melihat Ifa terkulai lemah diatas tempat tidur. Badannya kurus pucat, tidak seperti yang biasa aku lihat. Hanya pergerakan nafasnya saja yang terlihat. Dia bahkan tidak mempunyai daya untuk menolehkan kepalanya melihat siapa yang datang. Aku menghampirinya dengan perasaan yang sangat iba. Aku sentuh pelan tangannya. Tanpa terasa air mataku berlinang.
“Ifa…” bisikku pelan. Ifa melihatku lemah.
“Ifa, ini Ibu yang ada di toko boneka itu” ujar Sri disamping Ifa.
Terbersit adanya sedikit sinar dimatanya mendengar toko boneka yang disebutkan Sri.
“Iya Fa, ini Ibu yang ditoko boneka, Ibu bawa hadiah buat kamu tapi kamu harus janji untuk sembuh ya”
Lalu aku mengeluarkan boneka Teddy bear berwarna putih kusam dari kantong plastik. Boneka yang selalu dilihat Ifa. Boneka yang bernama…
“Uti…” ujar Ifa lemah sambil memeluk boneka itu. Wajahnyapun mulai berseri…..
To many emotional connections to this one…